TIK SPEGA

Kamis, 30 Maret 2017

Cerpen Singkat



DOA YANG TERAKHIR

“ setiap manusia butuh manusia yang lainnya, manusia juga memiliki perasaan yang tidak bisa kita mainkan begitu saja. Mereka bisa merasakan, menangis, marah, tersenyum, tertawa, dan lainnya. Hargai dan hormati mereka, karena kita sama dengan mereka “
Mungkin aku tak pernah menyangka, akan terjadi seperti ini. Waktu terasa begitu cepat berjalan, seakan dengan mudahnya aku kehilangan mereka. Mereka yang aku sayangi dan aku cintai. Kalian akan mengerti setelah membaca ini. Disini akan kuceritakan kisah hidupku, waktuku bersama mereka. Tapi intinya aku sayang mereka selamanya.
Awal dari Semuanya
Aku berjalan sedikit kurang nyaman, karena hari ini adalah hari pertama masuk sekolah. Perasaanku gelisah, meskipun aku tau aku pasti sekelas dia. Perkenalkan aku Fadhila Husna, anak remaja tomboi dan penuh dengan rasa keingin tahuan lebih mengenai kehidupan.  Tiba-tiba dia menepuk bahuku, “Dhilla, kamu kemana aja? Aku cari kamu kemana mana ternyata kamu ada disini” aku yang terkejut dengan kehadirannya hanya bisa mengangguk dan tersenyum. Dia, dia adalah perempuan sebaya denganku, dengan kegemaran mengambar. Aku akui bahwa dia memang pandai dalam bidang seni. Namanya adalah Rima Utami. Ya, aku sudah kenal dengannya sekitar 2 tahun yang lalu. Dia adalah sahabatku, sahabat terbaikku. Setelah terdiam sejenak lalu kami berjalan menyusuri koridor dan berhenti di depan ruangan yang bertuliskan 7 Bangau. Rima menarik tanganku, dan membawaku ke meja terdepan di ruangan itu. “La, kita duduk disini aja ya..” aku menjawab dengan anggukan kepala saja, yang artinya aku setuju dengan pilihannya. Hari-hari kita lewati bersama, canda dan tawa ria mengiringi langkahku dengannya. Kami memang pernah bertengkar, entah kami berbeda pendapat atau tidak suka dengan pilihan kami berdua. Tapi, jika tidak ada pertengkaran itu, mungkin tidak akan lebih berwarna perjalananku dengannya. Rima memang orang yang bisa mengerti aku, dia tau bagaimana caranya agar aku tersenyum kembali saat aku mendapat masalah. Dan dia selalu bisa membuatku tertawa dengan tingkahnya. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Seminggu lagi kita akan menghadapi ujian kenaikan kelas. Aku melihat bahwa Rima sangat bersemangat untuk menhadapi ujian. Karena aku tau, Rima ingin masuk kedalam urutan 10 besar. Tapi entah mengapa berbeda denganku. Akhir-akhir ini, aku sering merasa sakit kepala. Pikirku itu hanya sakit kepala biasa, tapi berbeda dengan pemikiran orang tuaku. Aku tetap menjalani hari-hariku seperti biasa. Sampai aku merasakan sakit kepala yang luar biasa. Orang tuaku panik, dan langsung membawaku kerumah sakit terdekat. Aku tidak tau apa yang dikatakan dokter dengan orang tuaku, yang jelas setelah berbicara dengan dokter, bundaku tersenyum sambil meneteskan air mata di saat memelukku. Aku semakin penasaran dengan sakit kepalaku, tapi orang tuaku tetap merahasiakannya. Sikap mereka semakin membuatku penasaran, aku terus mencari kesempatan. Dan saat kesempatan itu tiba, aku membongkar lemari orang tuaku. Aku menemukan surat dari rumah sakit, dan kalian tau.. ternyata aku menderita KANKER OTAK. Sontak aku terkejut, dan sedikit demi sedikit sang indra penglihatan mengeluarkan air mata. Aku tak pernah menyangka akan terjadi seperti ini. Tapi aku masih menyakini bahwa, umur dan takdir itu berada di tangan tuhan.. jadi dengan segala kebaikan tuhan yang telah memberikan kesempatan kita untuk tetap hidup, kita harus menggunakannya untuk menambah pahala di akhirat. Lakukanlah semua yang baik-baik dengan kesempatan yang masih ada. Aku memberanikan diri untuk bertanya kepada orang tuaku tentang apa yang kubaca tadi siang. “bun, aku mau tanya” kataku. “iya sayang ada apa?” jawab bunda. “bun, apa benar bahwa aku menderita kanker otak stadium satu?” raut wajah bunda langsung terkejut mendengar pertanyaan yang aku lontarkan. Seketika itu bunda menangis sambil mendekapku dalam dekapannya. “kami akan berusaha sayang, kami akan terus berusaha. Untuk anak kami tercinta.” Jawab bunda. “bun, aku ingin bunda dan ayah tidak usah memasakkan kehendak tuhan, jika memang penyakitku tidak bisa di sembuhkan meskipun kita telah berusaha.. aku menghela nafas sejenak, aku ikhlas bun.” Suasana di rumahku berubah, dan yang jelas 3 hari kedepan aku akan menjalani kemo terapi. Aku belum siap jika aku harus menceritakan ini semua kepada sahabat karibku, Rima. Aku tak ingin membuat semangat Rima berkurang karena mendengar tentang apa yang di deritaku. Hari sekolah pun tiba, seperti biasa Rima langsung bercerita tentang apa yang dia alami. Aku menanggapi itu dengan antusias, karena aku tak ingin Rima curiga. Sepulang sekolah aku langsung di antar menuju rumah sakit, karena orang tuaku mempercepat jadwal kemo terapiku. Dengan alasan, mereka tidak mau mengganggu waktu belajarku saat ujian. Aku paham maksud mereka, walaupun umur tidak ada yang tau, setidaknya aku bisa membuat mereka menangis bangga. Kemo terapi sudah kulalui. Setelah kemo aku merasa sangat pusing dan mual sekali. Akan tetapi senyumku terus mengembang, untuk meredam ke khawatiran orang tuaku. Tes sudah berlalu, dan Rima mendapatkan apa yang dia impikan, masuk ke dalam urutan 10 besar. Kini aku sudah bukan anak kelas 7 lagi. Sayangnya, aku dan Rima di pisahkan. Aku masuk ke kelas 8 Angsa, Rima kelas 8 Jerapah. Walaupun begitu, aku dan Rima tetap bersama. Kami ingin walaupun kami berbeda kelas, kami masih bisa bersama. Dan aku tak pernah menyangka bahwa akan terjadi seperti ini. Seorang lelaki menaruh cintanya kepada diriku. Dia sangat tampan, baik, dan dia sangat berusaha untuk mendapatkanku. Tapi ternyata, lelaki itu adalah lelaki yang pernah Rima dambakan. Aku berpikir bahwa seandainya aku jatuh cinta kepada lelaki itu, Rima tak akan keberatan. Karena aku tau, kini Rima sudah memiliki dambaan hati yang baru. Tapi Rima tak mau bercerita siapakah damban hatinya itu, Rima kini berubah. Aku tidak tau akan apa sebabnya. Cerita tentang lelaki yang jatuh cinta padaku sudah terungkap. Awalnya Rima mendukungku, tapi aku tak tau kalau ternyata di belakangku Rima merasa di khianati. Aku terus berusaha memperbaiki masalah ini. Aku di bully, di salah-salahkan. Sampai aku tak kuasa menahan tangisku di hadapan Rima. Dan aku memilih pilihan untuk menjauhi lelaki itu agar aku dan Rima bias kembali bersama. Sudah seminggu, aku menangis dan selalu keluar kata maaf dari mulutku. Sudah seminggu juga aku menjauhi lelaki itu, dan menutup kemungkinan bahwa aku tak akan pernah menjadi kekasihnya. Aku tak menyangka, ternyata di saat itu juga kanker sudah menggerogoti sebagian otakku. Padahal aku rajin kemo terapi, tapi kehendak-Nya tidak bisa di tolak. Dokter berkata bahwa, jalan satu-satunya adalah doa dan mukjizat yang tuhan berikan. Orang tuaku sudah tak tau lagi apa yang harus mereka lakukan. Aku sadar bahwa umurku sudah tak panjang lagi. Dan aku ingin Rima memaafkanku. Hati Rima keras sekali, aku bingung harus dengan cara apalagi agar Rima mau memaafkanku. Tapi kini aku mulai merindukan lelaki itu. Seakan hatiku rindu dengannya dan tak ingin jauh-jauh darinya. Tapi, bagaimana dengan Rima? dan tuhan telah memberikan jalan, kini aku sudah menjadi kekasih lelaki itu. Rima sangat susah untuk memaafkanku. Aku mendengar dari temanku, bahwa kini Rima tak ingin menggangguku lagi. Dia ingin bahagia tanpa diriku. Tapi itu tak akan menyurutkan semangatku untuk memperbaiki semuanya sebelum aku pergi. Tapi usahaku sia-sia, Rima masih belum bisa memaafkanku. Kekasihku selalu menenangkanku dan menyemangatiku. Aku tau, dia juga merasa bersalah. Maka, aku tak ingin membuatnya bersedih. Aku berusaha bahagia menjalani hidupku meskipun sebenarnya aku rindu dengan Rima. Selasa, 14 Januari. Aku di bawa kerumah sakit karena kondisiku sudah kritis. Aku sudah tak sadarkan diri. Setelah aku sadarkan diri, aku meneteskan air mata dan aku berdoa.
“Ya Allah, ampunilah segala dosaku, dosa orang tuaku, dosa guru-guruku, dosa teman-temanku, Ya Robb, aku minta maaf atas apa yang telah aku lakukan semasa hidupku. Aku ikhlas jika memang ini cara yang terbaik untuk kembali kepadaMu. Aku hanya memohon keinginan terakhirku dalam doa yang mungkin terakhir aku ucapkan. Jagalah orang tuaku, sayangilah mereka, berilah mereka panjang umur dan kesehatan, jagalah semua orang-orang yang aku sayangi. Ya Allah, aku memohon agar masalahku dengan Rima cepat selesai. Meskipun aku tak banyak waktu yang aku punya. Bukalah pintu hatinya, agar aku tenang. Kabulkan doaku ini Ya Robb. Amin.”
Setelah itu, tepat pada tanggal 15 Januari Fadhilla Husna kembali kepangkuan tuhan. Rima, sangat terkejut mendengar berita ini. Dia mendekati tubuh Dhilla yang sudah tak bisa bergerak lagi. Rima menangis tersedu-sedu, dan yang jelas dia sudah memafkan Dhilla. Walaupun Dhilla tak bisa mendengarnya. Tapi yang jelas doa terakhir Dhilla sudah di kabulkan. Dan Dhilla tenang disana..
Tamat 

Author by Dean Rahmi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar